Jurnal Hukum dan Perdagangan
Musim Semi 1997
Perkembangan Terkini Sehubungan dengan Cisg
KESEPAKATAN KONTRAK BERDASARKAN CISG
del Pilar Perales Viscasillas
Konvensi PBB tentang Kontrak untuk Perdagangan Barang Internasional, yang juga dikenal sebagai Konvensi Wina (selanjutnya disebut Konvensi atau CISG), saat ini merupakan bagian dari hukum domestik di sekitar lima puluh negara. Penerimaan yang luas oleh negara-negara dengan sistem sosial, hukum, dan ekonomi yang berbeda menunjukkan keberhasilan besar yang telah dicapai oleh Konvensi. Bagian II dari Konvensi, yang ditujukan khusus untuk kesepakatan kontrak dengan pernyataan tentang pertemuan dua kehendak (penawaran dan penerimaan), merupakan contoh umum kompromi antara sistem hukum Civil Law dan sistem Common Law. Penghalang yang paling besar pada saat pencapaian penyeragaman normatif Konvensi Perdagangan adalah konfrontasi hukum-teknis antara negaranegara penganut Common Law dan negara-negara penganut Civil Law. Kedua sistem tersebut dipertemukan di dalam Konvensi untuk menunjukkan permasalahan formatif dari kesepakatan kontrak dalam pemisahan tradisionilnya menjadi dua buah pernyataan kehendak (penawaran dan penerimaan). Kedua sistem tersebut juga menunjukkan perbedaan yang pada awalnya nampak tidak mungkin untuk diselesaikan. Bahkan, Bagian II dari Konvensi penyusunan - seringkali membuktikan kompromi antara negara-negara dengan prinsip hukum yang berbeda: kontrak harga terbuka (pasal 14(1) dan 55), [FN3] dapat ditarik kembali dan tidak dapat ditarik kembalinya penawaran (pasal 16); [FN4] penawaran balik (pasal 19); [FN5] dan Teori Penerimaan sebagai waktu ketika pernyataan-pernyataan kehendak secara tertulis, termasuk kesepakatan kontrak, berlaku (pasal 23 dan 24). [FN6] Semua pasal tersebut menunjukkan keseimbangan yang sempurna antara berbagai prinsip yang mendasarisistem-sistem hukum tersebut. Keseimbangan tersebut tidak mengimplikasikan bahwa peraturan penyusunan yang ada dalam Konvensi (atau keseluruhan teks Konvensi dalam hal ini) dibuat atas dasar pemilihan common rule (ketentuan yang serupa) yang paling sesuai untuk sistemsistem hukum yang berbeda tersebut. Sebaliknya, Konvensi memiliki sistem khususnya sendiri yang dalam beberapa hal secara jelas menunjukkan kompromi hukum. Meskipun demikian, kompromi tersebut dibangun atas dasar pengaturan perdagangan internasional, yang tetap berada di bawah pengaruh praktik-praktik dagang yang telah berkembang, di bawah bayang-bayang penerapan secara permanen, serta dalam lingkup penafsiran yang sesuai dengan prinsip-prinsip keseragaman, internasionalitas dan itikad baik. [FN7] Pasal 7 berusaha untuk menemukan waktu yang tepat di mana penerimaan berlaku berdasarkan peraturan-peraturan Bagian II dari Konvensi. Salah satu dari tugas-tugas yang palingsulit yang pernah dihadapi oleh para perancang Konvensi adalah menentukan waktu tercapainya kesepakatan kontrak.
Sejak awal usaha internasional untuk penyeragaman hukum kontrak dagang, telah terdapat dua proyek berbeda yang berkaitan dengan permasalahan kontrak yang mendasar. [FN8] Alasan utama dari adanya dua proses penyeragaman tersebut adalah tertutupnya kemungkinnya untuk kompromi tentang waktu di mana kontrak harus telah dianggap disepakati, khususnya karena perbedaan besar yang ada antara sistem-sistem hukum tersebut entang hal ini. Meskipun demikian, pasal 12 dari Proyek Rancangan Roma 1958 (proyek) [FN9] menjelaskan bahwa tercapainya kesepakatan kontrak adalah waktu di mana penerimaan dikomunikasikan kepada pihak pemberi penawaran. Berdasarkan pasal 10, “mengkomunikasikan” berarti menyampaikan pesan ke alamat pihak kepada siapa komunikasi tersebut ditujukan. Proyek Rancangan Roma 1958 tidak 100% akurat dalam menetapkan waktu yang tepat dari tercapainya kesepakatan kontrak. Setelah proyek tersebut, para perancang ketentuan Hukum yang Seragam Den Haag 1964 tentang Penyusunan Kontrak Perdagangan Internasional (selanjutnya disebut ULF) [FN10] menyatakan pentingnya untuk menambahkan sebuah pasal yang akan menunjukkan waktu pencapaian kesepakatan kontrak yang tepat. Para perancang tersebut pada akhirnya mancapai tujuan mereka (pasal 8 dan 12) dengan menyalin pasal-pasal dari Rancangan Roma. Kesepakatan kontrak berdasarkan Kovensi tidak mengalami banyak perubahan, tetapi manfaat Bagian II dari Konvensi bagi penyusunan kontrak tidak dapat
diragukan.
II. Teori Klasik tentang Waktu Tercapainya Kesepakatan Kontrak
Waktu tercapainya kesepakatan kontrak biasanya dianalisa dengan menggunakan empat teori; sebagian besar dari teori-teori tersebut telah diadopsi dalam beberapa sistem hukum. Teoriteori tersebut adalah sebagai berikut:
A. Teori Deklarasi [FN11]
Berdasarkan Teori Deklarasi, kesepakatan kontrak tercapai pada saat pihak penerima penawaran menyatakan penerimaannya secara tertulis. Karena komunikasi yang tidak dialamatkan kepada pihak yang dituju tertentu dianggap hanya sebagai pernyataan kehendak, teori ini tidak diterima dalam Konvensi.
B. Teori Ekspedisi atau Pengiriman [FN12]
Berdasarkan Teori Ekspedisi atau Pengiriman, kontrak terbentuk pada saat pihak penerima penawaran mengirimkan penerimaannya kepada pihak pemberi penawaran. Konsekuensi dari Teori ini adalah bahwa resiko pengangkutan ditanggung oleh pihak pemberi penawaran. [FN13] Konvensi mengadopsi Teori Ekspedisi sebagai pengecualian terhadap Prinsip Penerimaan [FN14] sementara Undang-undang Hukum Dagang Spanyol mengadopsi teori tersebut untuk menentukan kapan kontrak disusun. [FN15] Teori ini juga telah diterapkan di negara-negara lain. [FN16]
C. Teori Penerimaan [FN17]
Tidak seperti teori-teori yang telah dibahas sebelumnya, Teori Penerimaan mempersyaratkan penerimaan pernyataan kehendak supaya kontrak dapat terbentuk. Konvensi Wina menggunakan Teori Penerimaan sebagai peraturan umum untuk semua pernyataankehendak yang dibuat secara tertulis dan bentuk komunikasi apa pun yang ditemukan di dalam Bagian II. [FN18] Dalam sistem Common Law, telah cukup dijelaskan bahwa peraturan kotak pos tidak berlaku apabila pihak penerima penawaran menggunakan sarana komunikasi selain surat atau telegraf, [FN19] Teori Penerimaan digunakan untuk menentukan susunan kontrak pada saat pihak penerima penawaran menggunakan sarana komunikasi langsung, [FN20] seperti faksimili, [FN21] teleks, [FN22] Pertukaran Data Elektronik (EDI) [FN23] dan E-mail. Teori ini juga telah diterapkan di negara-negara lain. [FN24]
D. Teori Informasi [FN25]
Teori Informasi merupakan teori penyusunan kontrak yang paling kaku karena teori tersebut mempersyaratkan pengetahuan tentang penerimaan agar kontrak dapat terbentuk. Konvensi Wina mengadopsi Teori Informasi untuk penyusunan kontrak secara lisan. [FN26] Dalam sistem Common Law, kontrak lisan terbentuk pada saat pihak pemberi penawaran mengetahui penerimaan. [FN27] Undang-undang Hukum Perdata Spanyol menggunakan Teori Informasi untuk menetapkan waktu terbentuknya kontrak perdata. [FN28] Teori Informasi juga telah diterapkan di Venezuela. [FN29]
III. Waktu Penerimaan Berdasarkan Pasal 24
Sebagaimana dinyatakan di atas, Konvensi mengadopsi Teori penerimaan sebagai peraturan umum. Kontrak “disepakati pada waktu penerimaan penawaran mulai berlaku sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.” [FN30] Harus dicatat bahwa Konvensi memberikan kesempatan kepada pihak penerima penawaran untuk menarik pernyataannya apabila penarikan tersebut sampai kepada pihak pemberi penawaran sebelum atau pada waktu yang sama di mana penerimaan tersebut seharusnya berlaku. [FN31] Pasal 23 disusun karena beberapa pasal dari Bagian I (Ketentuan Umum) dan Bagian III (Perdagangan Barang) berkaitan dengan waktu tercapainya kesepakatan kontrak. [FN32] Meskipun pasal 23 merupakan ketentuan utama dalam Bagian II (Terbentuknya Kontrak), pasal tersebut harus dipandang dalam kaitannya dengan ketentuan-ketentuan lain yang menentukan waktu yang tepat di mana berbagai bentuk persetujuan berlaku. Ketentuan yang paling penting dalam Bagian II yang berkaitan dengan pasal 23 adalah pasal 18(2). Pasal tersebut menyatakan peraturan umum tentang kesepakatan kontrak: “Penerimaan atas sebuah penawaran mulai berlaku pada saat pernyataan persetujuan sampai kepada pihak pemberi penawaran.” [FN33] Menurut pasal 24, persetujuan sampai kepada pihak yang dituju “apabila persetujuan tersebut sampai secara lisan kepadanya atau disampaikan kepadanya melalui sarana lain apa pun secara langsung, ke tempat usaha atau alamat pos atau, apabila pihak tersebut tidak memiliki tempat usaha atau alamat pos, ke tempat tinggalnya.” [FN34] Pada saat komunikasi “sampai kepada” pihak yang dituju, penerimaan mulai berlaku. Dalam penjelasan ini, seluruh acuan kepada pasal 24 merupakan acuan kepada kesepakatan kontrak. Namun demikian, perlu dicatat bahwa pasal 24 berlaku sama terhadap seluruh ketentuan berdasarkan Bagian II dari Konvensi.
Ada beberapa pengecualian terhadap Teori-teori Penerimaan – Informasi. Beberapa ketentuan dalam Bagian II mengadopsi Prinsip Pengiriman. [FN35] Beberapa ketentuan tersebut, antara lain adalah: pengiriman penerimaan melalui tindakan [FN36] atau melalui surat maupun telegram sebagai batas waktu untuk peraturan umum tentang penarikan kembali sampai tercapinya kesepakatan kontrak; [FN37] penerimaan melalui tindakan; [FN38] awal jangka waktu penerimaan yang telah ditetapkan di dalam surat atau telegram; [FN39] dan penerimaan yang terlambat. [FN40] Istilah “sampai” dalam Konvensi memiliki arti yang serupa dengan istilah “menerima dalam butir 1-201 dari Uniform Commercial Code (UCC) [FN41] Amerika Serikat. Demikian pula, dalam sistem hukum Jerman, “menerima” sejajar dengan zugehen. [FN42] Secara umum, istilah tersebut serupa dengan Teori Penerimaan untuk pernyataan tertulis dan Teori Informasi untuk pernyataan lisan berdasarkan sistem hukum Spanyol. Konvensi mengharuskan adanya komunikasi langsung kepada pihak yang dituju, atau penyampaian komunikasi ke tempat usaha atau alamat pos atau, terakhir, apabila tidak ada tempat-tempat tersebut, ke “tempat tinggalnya.” [FN43] Oleh karena itu, apabila pihak pemberi penawaran memiliki lebih dari satu alamat pos, alamat yang paling erat hubungannya dengan kontrak dan pelaksanaannya adalah yang paling sesuai. Apabila para pihak belum menyepakati tempat mana pun secara tegas, berdasarkan kebiasaan atau dengan cara lain maka pasal 24 akan diterapkan dan penyampaian ke tempat tinggal menjadi sah. Dalam praktiknya, hal ini merupakan kejadian yang tidak biasa.
Ada kemungkinan bahwa alamat yang diberikan oleh pihak pemberi penawaran tidak sama dengan tempat mana pun yang tercantum dalam pasal 24. Contohnya, apabila pihak pemberi penawaran telah menyepakati dengan perusahaan lain untuk menerima pesan-pesannya melalui faksimili tetapi tidak memiliki faksimili, komunikasi mulai berlaku setelah penerimaan pada alamat tersebut di atas. Pesan tersebut tidak perlu “sampai” kepada pihak pemberi penawaran agar mulai berlaku. Komunikasi dapat “sampai” kepada sebuah pihak melalui penerimaan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut harus merupakan wakil sah dari pihak mana pun yang terkait. [FN44] Para ahli Konvensi setuju bahwa permasalahan yang terkait dengan perwakilan kekuasaan yang cukup sesuai dengan hukum domestik yang tidak seragam, yang akan diterapkan karena perwakilan adalah masalah keabsahan, harus diselesaikan. [FN45] Pada akhirnya, komunikasi kepada pihak ketiga akan diatur oleh pasal 24 sama dengan apabila komunikasi tersebut telah dilakukan secara langsung ke tempat-tempat yang sesuai untuk menerima komunikasi. [FN46] Berdasarkan analogi, pasal 24 memperluas ruang lingkup penerapannya kepada beberapa ketentuan yang merupakan pengecualian terhadap peraturan umum untuk menyusun sebagian dari Bagian III dari Konvensi. [FN47] Selama pelaksanaan kontrak, resiko bahwa komunikasi akan terlambat diatur oleh pasal 27. Setiap keterlambatan komunikasi tidak akan mencabut hak penjual untuk mempercayai komunikasi tersebut seakan-akan telah diterima. Jadi, meskipun pasal 27 tidak secara jelas menyatakan bahwa komunikasi tersebut berlaku sejak dikirimnya, hasilnya akan sama karena meskipun komunikasi tersebut tidak pernah sampai, akan tetap berlaku. [FN48] Meskipun demikian, dalam kondisi-kondisi tertentu, untuk menghasilkan
keseimbangan antara para pihak, komunikasi tersebut harus diterima oleh pihak yang dituju untuk berlaku. [FN49] Pengecualian terhadap Teori Penerimaan dalam Bagian II dari Konvensi memiliki alasan keberadaan yang sama dengan pengecualian terhadap Prinsip Pengiriman dalam Bagian III. Pengecualian-pengecualian ini berusaha untuk mengurangi resiko pengiriman komunikasi bagi pihak yang telah memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Akhirnya, Prinsip-prinsip Kontrak Perdagangan Internasional yang baru-baru ini disusun oleh UNIDROIT (selanjutnya disebut Prinsip-prinsip UNIDROIT atau Prinsip-prinsip [FN50] ), dan khususnya pasal 1.9 (Pemberitahuan), mengikuti peraturan yang disahkan oleh pasal 24 dari Konvensi. Prinsip-prinsip tersebut mengadopsi kata “mencapai” sebagai peraturan umum yang berlaku bagai segala jenis komunikasi. [FN51] Walaupun demikian, karena pasal 1.9 diletakkan dalam bagian ketentuan umum, prinsip “mencapai” diterapkan pada jangka waktu penyusunan dan jangka waktu pelaksanaan kontrak. Perbedaan antara Konvensi dan Prisip-prinsip tersebut adalah jelas; Prinsip-prinsip tersebut mengadopsi prinsip “mencapai” sebagai peraturan umum untuk pelaksanaan kontrak sementara Konvensi mengadopsi Prinsip Pengiriman sebagai peraturan yang mengatur pelaksanaan kontrak.
IV. Peraturan Umum tentang Tercapainya Kesepakatan Kontrak: “Prinsip Mencapai”
Definisi yang fleksibel dan luas dalam Konvensi tentang pasal 24 CISG nampaknya mengadopsi Teori Penerimaan sebagai peraturan umum yang berlaku untuk pernyataan tertulis dan sistem Informasi sebagai peraturan yang berlaku untuk pernyataan lisan. Prinsip “mencapai” diterapkan untuk menunjukkan persetujuan dalam cara-cara berikut ini:
A. Penunjukan Persetujuan Melalui Penyataan Lisan
Pernyataan-pernyataan tertulis paling sering digunakan oleh pihak penerima penawaran untuk menunjukkan persetujuannya terhadap penawaarn. Pernyataan tertulis dapat dibuat melalui surat, teleks, faksimili, E-mail, Pertukaran Data Elektronik (EDI) atau bentuk “tulisan” lain apa pun. [FN52] Kesepakatan Kontrak tercapai pada saat komunikasi “sampai” kepada pihak peberi penawaran di tempat usahanya: dengan mengirimkan komunikasi tersebut melalui jasa kurir; melalui faksimili; dengan meletakkan surat di kotak pos; dengan mengirimkan pemberitahuan bahwa surat atau telegram telah sampai di kantor pos, [FN53] atau dengan memasukkan pesan ke dalam mailbox elektronik maupun informatik. [FN54] Pemilihan Konvensi atas Teori Penerimaan untuk mengatur pernyataan tertulis merupakan pilihan yang paling masuk akal, meskipun pengadopsian Teori Informasi oleh beberapa sistem hukum lain untuk mengatur pernyataan tertulis. Kesulitan-kesulitan praktis timbul dalam menghasilkan pengetahuan pihak pemberi penawaran atas komunikasi dalam segala hal. Apabila Teori Penerimaan tidak diterapkan, pihak pemberi penawaran dapat menentukan waktu kesepakatan kontrak, sesegera mungkin. Jadi, setiap kerugian pihak penerima penawaran yang disebabkan oleh ketidakpedualian peihak pemberi penawaran terhada penerimaan dapat dicegah. Hal ini tidak dapat diterapkan dalam hal pernyataan lisan, sehingga tidak terdapat ketidaknyamanan dalam mengadopsi sistem Informasi sebagaimana dilakukan oleh Konvensi.
B. Penunjukan Persetujuan dengan Pernyataan Lisan
1. Pernyataan Lisan
Pernyataan lisan berarti pernyataan yang menggunakan bahasa lisan tidak hanya dalam negosiasi tatap muka, tetapi juga dalam komunikasi melalui telepon, radio, konferensi radio, dan lain-lain. Informasi yang dikomunikasikan oleh pihak ketiga juga dapat dianggap sebagai pernyataan lisan. Pasal 18(2) menyatakan bahwa “penawaran lisan harus diterima dengan segera kecuali kondisi menunjukkan sebaliknya.” [FN55] Pasal ini harus ditafsirkan agar berarti bahwa pihak pemberi penawaran dapat mengijinkan penerimaan dilakukan secara lisan, tetapi tidak dengan segera. Begitu pula penggunaan kata “lisan” dalam pasal 18(2), dalam kaitannya dengan pasal 13 tidak mengakui komunikasi tertulis yang bersifat instan yang dilakukan melalui teleks, faksimili, EDI atau E-mail, meskipun terdapat pertukaran pernyataan kehendak yang dilakukan secara langsung dan segera. [FN56] Penerimaan yang direkam pada mesin penjawab telepon atau kaset tidak dapat dimasukkan ke dalam konsep komunikasi lisan. Meskipun dilakukan secara lisan, hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang mempersyaratkan segera diketahuinya penerimaan oleh pihak pemberi penawaran setelah pengirimannya. [FN57] Oleh sebab itu, bentuk-bentuk komunikasi ini berlaku pada saat komunikasi tersebut sampai kepada pihak pemberi penawaran dan bukan pada saat komunikasi itu didengar. [FN58]
2. Keberlakuan pernyataan lisan
Pasal 24 menyatakan bahwa komunikasi lisan sampai kepada pihak yang dituju “pada saat komunikasi tersebut dilakukan secara lisan kepada pihak yang dituju.” Pernyataan ini dibuat secara luas dan tidak jelas. Pernyataan lisan melalui tahap-tahap yang sama dengan pernyataan tertulis: penawaran dikirim dan diterima, penerimaan dikirim dan diterima. Namun demikian, waktu antara tahap-tahap tersebut dipersingkat sedemikian rupa sehingga tahap-tahap tersebut saling menyambung hampir secara bersamaan. Jadi, pengiriman, diterimanya dan diketahuinya pernyataan lisan berlangsung segera. Meskipun demikian, penentuan waktu tercapainya kesepakatan kontrak berbeda-beda tergantung pada teori yang diadopsi. Konsekuensikonsekuensi dari perbedaan ini dapat sangat besar, dalam bidang perdagangan internasional di mana resiko dari kesalahpahaman lebih besar terutama apabila para pihak terkait tidak menggunakan bahasa yang sama. Resiko-resiko tersebut bahkan dapat lebih membahayakan apabila para pihak terkait tidak bertemu langsung tetapi menggunakan cara alternatif untuk komunikasi lisan. Karena Prinsip Pengiriman secara umum tidak termasuk dalam Konvensi, baik Teori Penerimaan maupun Teori Informasi akan diterapkan pada kontrak lisan. Pasal 24 tampaknya mengadopsi sistem Informasi. [FN59] Namun demikian, sejarah penyusunan menunjukkan sebaliknya; selama penyusunan pasal 24, pengajuan untuk mengadopsi sistem Informasi ditolak.
Masalah ini dapat diatasi karena pihak pemberi penawaran perlu mengetahui penerimaan untuk menyatakan bahwa penerimaan tersebut berlaku. Oleh karena itu, pihak pemberi penawaran harus mendengar dan memahami pihak yang menerima, tanpa memperhatikan pemahaman yang tepat dan sempurna tentang pihak yang menerima tersebut. [FN61] Pasal 8, [FN62] yang diperkuat dalam alasan, selain pemahaman prinsip-prinsip internasional, keseragaman dan itikad baik dari pasal 7, [FN63] harus diperhatikan pada saat menentukan apakah para pihak terkait telah mengetahui pernyataan lisan tersebut. Pihak pemberi penawaran harus bertindak secara cermat. Apabila pihak pemberi penawaran tidak memahami suatu hal dan tidak bertanya untuk mendapatkan penjelasan, pihaknya tidak dapat menghindar dari ketidaktahuan tersebut karena ia tidak bertindak dengan cermat. Di sisi lain, apabila, pada saat pesan dikirimkan, sambungan telepon diputus, penerimaan harus diulangi tanpa memperhatikan kecermatan pihak pemberi penawaran.
Pada kesimpulannya, mengharuskan pengetahuan tentang pernyataan lisan dapat dipertahankan apabila hal tersebut wajar dan dipertimbangkan dalam konteks. Kedua belah pihak harus berhati-hati untuk mengkomunikasikan penyataan secara benar. Hal ini akan membawa kepada pemahaman yang cermat tentang isi pesan tanpa memperhatikan penghalang bahasa dan kedua belah pihak akan mengerti pentingnya komunikasi yang jelas dan tepat. [FN65]
C. Penunjukan Persetujuan dengan Tindakan
Penerimaan dapat dilakukan dengan sikap atau tindakan (misalnya, mengangkat tangan atau menganggukkan kepala). Sikap semacam itu menimbulkan penerimaan yang berdampak hukum apabila pihak pemberi penawaran memahami arti tindakan tersebut. Penafsiran yang luas tentang pasal 24 akan memungkinkan terjadinya situasi semacam ini. Tindakan juga mencakup pelaksanaan kewajiban (misalnya, pengiriman barang-barang atau pembayaran harga). Pelaksanaan kewajiban tersebut akan sampai kepada pihak dimaksud agar memiliki dampak hukum.
Teori Penerimaan terlihat dalam pasal 18(1) dan 18(2) meskipun tidak ada pengadopsian yang jelas atas teori ini dalam pasal 23 dan 24. Sebuah pengadilan di Jerman secara tegas berpendapat bahwa kesepakatan kontrak tercapai pada saaat pelaksanaan oleh penjual diselesaikan tanpa keluhan dari pembeli. [FN66] Para ahli belum melakukan usaha khusus apa pun untuk menjelaskan perbedaan antara penunjukkan persetujuan yang dilakukan dengan pelaksanaan kewajiban berdasarkan pasal 18(1) dan tindakan berdasarkan pasal 18(3). Berdasarkan pasal 18(3), pelaksanaan kewajiban dilindungi oleh penawaran, praktik-praktik dan kebiasaan-kebiasaan perdagangan. [FN67] Dengan kata lain, pihak penerima penawaran dapat menerima penawaran tanpa mengkomunikasikan penerimaannya secara nyata, karena kesepakatan kontrak tercapai pada saat pihaknya menyelesaikan pelaksanaan kewajibannya. Di sisi lain, apabila pihak penerima penawaran menerima penawaran melalui pelaksanaan kewajiban tanpa faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pasal 18(3), penunjukan persetujuannya harus sampai kepada pihak pemberi penawaran agar kesepakatan kontrak dapat tercapai. [FN68] Dalam kedua contoh di atas, waktu tercapainya kesepakatan kontrak berbeda.
Nama/NPM: Nurul Rochmah/25211407
Kelas/Tahun: 2EB09/2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar