V. Prinsip “Mencapai”: Beberapa Masalah dalam Penerapannya
Prinsip “mencapai” sebagaimana dijelaskan di atas menimbulkan beberapa masalah dalam penerapannya: Pertama, pada saat komunikasi dikirimkan ke tempat yang berbeda dari tempat-tempat yang dicantumkan dalam pasal 24, apakah pengiriman tersebut merupakan komunikasi yang berlaku secara hukum? Apakah wajar meletakkan surat di depan pintu, menyelipkannya di bawah pintu, atau meletakkannya di tempat lain yang tidak dijaga? Bentukbentuk pengiriman ini mungkin tidak memenuhi persyaratan “mencapai” berdasarkan pasal 24.
Apabila surat dikirimkan melalui pos tercatat, tukang pos akan menyerahkannya keapda pihak yang dituju atau perwakilannya, dan tepat pada saat tersebut penerimaan sesuai dengan kriteria pasal 24. Apabila tempat usaha pihak pemberi penawaran kosong, tukang pos akan meninggalkan pemberitahuan tentang keberadaaan surat tercatat. Pemberitahuan ini dapat dianggap sebagai “tanda terima” atas penerimaan tersebut, bahkan apabila pihak yang dituju tidak mengetahui keberadaan surat tersebut. [FN71] Kedua, apabila penerimaan dikirimkan pada hari terakhir yang diperbolehkan setelah jam kerja, apakah penerimaan tersebut berlaku? Penerimaan berlaku pada saat penerimaan tersebut dikirimkan. Namun demikian, pengiriman dapat dibuktikan hanya dalam kondisi-kondisi tertentu seperti pengiriman melalui EDI, E-mail, teleks atau faksimili, yang menunjukkan waktu pengiriman. Di sisi lain, apabila surat tersebut dikirimkan setelah jam kerja, pengiriman masih dapat berlaku karena surat tersebut dikirimkan sebelum tengah malam. Namun demikian, pengiriman “terlambat” semacam itu tidak dapat berlaku secara hukum apabila pengiriman
dianggap telah dilakukan pada hari berikutnya. Jangka waktu penerimaan jatuh pada hari kerja yang pertama dan hari terakhir dari jangka waktu pelaksanaan jatuh pada hari libur resmi atau yang bukan hari kerja. Ketiga, penggunaan disket komputer untuk penerimaan merupakan hal yang bermasalah karena pihak pemberi penawaran mungkin tidak memiliki mesin atau perangkat lunak yang sesuai untuk mengaksesnya. Schlechtriem percaya bahwa situasi ini harus dianalisa berdasarkan prinsip itikad baik dan pinsip kewajaran. [FN73] Penggunaan program atau bahasa komputer tertentu merupakan masalah yang mendasar. Jadi, apabila para pihak terkait telah menyetujui penggunaan program elektronik tertentu, atau apabila mereka telah membentuk praktik di antara mereka sendiri sehubungan dengan bentuk komunikasi elektronik, maka “bahasa” tersebut harus mengikat bagi mereka. Apabila tidak terdapat perjanjian yang jelas atau tersirat sehubungan dengan komunikasi elektronik, pihak yang mengirimkan pesan melalui disket harus memastikan lata yang dimiliki pihak yang dituju untuk mengakses isinya. Dalam sebuah kasus di Jerman, pengadilan menyatakan bahwa kesepakatan kontrak tidak tercapai karena jawaban dari penawaran dibuat dalam bahasa yang berbeda dari yang ditentukan selama negosiasi. [FN74] Sama halnya, kasus lain yang terjadi di Jerman menunjukkan bahwa persyaratan kontrak tidak dapat dikenakan pada salah satu dari para pihak apabila persyaratan kontrak tersebut telah dikirimkan dalam bahasa yang berbeda dari yang digunakan selama negosiasi. [FN75]
Akhirnya, perlu diingat bahwa Konvensi tidak secara jelas mengadopsi penyelesaian bagi seluruh tindakan yang mungkin timbul yang cenderung menghalangi penerimaan untuk sampai ke tempat usaha pihak pemberi penawaran. Konvensi baru menetapkan beberapa peraturan objektif tentang persyaratan yang diperlukan untuk memenuhi Teori Penerimaan. Meskipun demikian, beberapa peraturan umum dapat dilihat dengan jelas sebagaimana dijelaskan di bawah ini. Para hakim di Spanyol telah berhasil melenturkan kekakuan teori informasi, yang diadopsi dalam Hukum Perdata Spanyol, [FN76] ketika penerapannya menimbulkan hasil yang menyimpang. Dalam beberapa kasus, Mahkamah Agung Spanyol (Tribunal Supremo Espa<tilde>nol) mengesampingkan Teori Informasi pada saat pengetahuan tentang penerimaan tidak memungkinkan karena kelalaian atau itikad buruk pihak yang dituju. [FN77] Misalnya, apabila pihak pemberi penawaran memberikan alamat yang salah, tidak menginformasikan perubahan alamat kepada pihak penerima penawaran, tidak ada di tempat, atau tidak mau menerima komunikasi tersebut, Teori Informasi akan dikesampingkan dan yang berlaku adalah Teori Penerimaan.
Sistem-sistem hukum lain juga telah mengadopsi tindakan-tindakan yang serupa untuk menghindari akibat yang tidak tepat sebagai konsekuensi dari itikad buruk dari salah satu pihak. Dalam sistem Common Law, Peraturan Kotak Surat atau Peraturan Pengiriman digantikan oleh Teori Penerimaan apabila pihak penerima penawaran tidak cermat dalam mengirimkan penerimaan (perangko yang tidak cukup, alamat yang tidak jelas, dll.) atau apabila cara penerimaannya tidak benar. [FN78] Hasilnya adalah sama berdasarkan sistem common dan civil law: peraturan tersebut dikesampingkan apabila kondisi di sekitar kasus tersebut – biasanya itikad buruk atau kelalaian salah satu pihak – menimbulkan hasil yang tidak jelas. Masalah mendasar – apakah komunikasi memiliki dampak hukum pada saat komunikasi tersebut tiba atau diterima terlambat disebabkan oleh kesalahan pihak yang dituju atau pengirim? dapat dijawab dengan mudah. Berlakunya komunikasi harus dipertimbangkan dengan memperhatikan pasal 24, yang harus ditafsirkan berdasarkan prinsip itikad baik dalam pasal 7(1), [FN79] dan prinsip-prinsip umum lain dari Konvensi. [FN80] Terdapat dua kondisi yang membantu dalam memahami penerapan Prinsip-prinsip ini, yaitu sebagai berikut:
A. Penerimaan tiba terlambat disebabkan oleh itikad buruk atau kelalaian dari salah satu pihak.
Contohnya, pihak pemberi penawaran memberikan alamat yang salah kepada pihak penerima penawaran dengan itikad buruk atau kelalaian yang menyebabkan keterlambatan penerimaan. Dengan demikian, pihak pemberi penawaran dapat menentukan kesepakatan kontrak dengan menerima atau menolak pernerimaan yang terlambat tersebut. Dalam hipotesa ini, berdasarkan prinsip itikad baik yang juga mempengaruhi CISG, kesepkatan kontrak tercapai dengan pengiriman penerimaan pihak penerima penawaran meskipun penerimaan tersebut dikirimkan setelah penawaran tersebut kadaluarsa. [FN81] Prinsip-prinsip umum CISG lainnya juga dapat menghasilkan kesepakatan kontrak. Sikap lalai atau itikad buruk salah satu pihak yang menyebabkan keterlambatan atau yang menghalangi komunikasi tidak akan mencegah kesepakatan kontrak. [FN82] Apabila komunikasi dikirimkan terlambat dikarenakan kesalahan pihak penerima penawaran, kesepakatan kontrak tidak tercapai. [FN83] Namun demikian, apabila keterlambatan dikarenakan oleh masalah-masalah dalam pengiriman kontrak komunikasi, kesepakatan adalah sah. [FN84] Apabila, di satu sisi, keterlambatan yang disebabkan oleh pihak penerima penawaran menghambat tercapainya kesepakatan kontrak, dan di sisi lain, keterlambatan yang disebabkan oleh sarana komunikasi tidak menghambat kesepakatan kontrak, maka kesepakatan kontrak tidak tercapai apabila keterlambatan penerimaan secara khusus disebabkan oleh pihak pemberi penawaran. [FN85] Kedua, “kepercayaan yang merugikan” atau “penolakan janji” adalah dua Prinsip Umum Konvensi yang memberikan hasil yang serupa. [FN86] Prinsip-prinsip ini menyatakan bahwapara pihak kontrak terikat oleh kesepakatan mereka dan oleh sebab itu tidak dapat membantah kesepakatan mereka. Oleh karena itu, apabila komunikasi penerimaan tiba terlambat akibat dari kesalahan pihak pemberi penawaran, pihak pemberi penawaran tidak dapat menghindari kesepakatan kontrak dengan alasan keterlambatan. [FN87]
B. Penerimaan tidak pernah pernah tiba karena itikad buruk atau kelalaian pihak yang dituju. Apabila pihak pemberi penawaran menghalangi penerimaan komunikasi dengan memutuskan saluran telepon atau lalai memeprhatikan faksimili, dll, pihak pemberi penawaran tidak dapat mengkomunikasikan penerimaannya. Dengan demikian, kesepakatan kontrak tidak tercapai karea Teori Penerimaan tidak terpenuhi. [FN88] Pihak penerima penawaran harus berusaha mengadakan komunikasi yang baru, dan apabila komunikasi tersebut tiba setelh penawaran lewat, penerimaan tersebut dianggap berlaku.
VI. Pengecualian terhadap Peraturan Umum
Sebagaimana telah dinyatakan di atas, peraturan umum untuk kesepakatan kontrak adalah pada saat penerimaan sebuah penawaran mulai berlaku.” [FN89] Penjelasan ini telah menunjukkan pentingnya prinsip “mencapai” dalam memberlakukan penerimaan sebagaimana diterangkan dengan contoh dalam pasal 28 dan 24. Sebagaimana dengan sebagian besar peraturan, terdapat pengecualian-pengecualian. Diakuinya tindakan tidak memberikan jawaban dan tidak melakukan tindakan sebagai hal yang dapat dianggap sebagai penerimaan yang berlaku berdasarkan pasal 18(1) menunjukkan tidak pentingnya komunikasi. [FN90] Meskipun tindakan tidak memberikan jawaban dan tidak melakukan tindakan tidak berlaku tehadap setiap teori klasik lain seperti peraturan Pengiriman atau Kotak Surat, [FN91] tindakan tidak memberikan jawaban dan tidak melakukan tindakan dapat mempengaruhi tercapainya kesepakatan kontrak berdasarkan CISG. Tindakan tidak memberikan jawaban dan tidak melakukan tindakan, pada kenyataannya berarti konsesi dampak hukum atas penolakan untuk bertindak oleh pihak penerima penawaran. Waktu tercapainya kesepakatan kontrak berdasarkan tindakan tidak memberikan jawaban dan tidak melakukan tindakan berbeda dan bergantung pada faktor-faktor yang memberikan kontribusi kepada pengaruh hukum faktor-faktor tersebut. Tindakan tidak memberikan jawaban dan tidak melakukan tindakan dianggap sebagai konfirmasi yang berlaku tentang kesepakatan kontrak apabila jangka waktu tertentu telah lewat. Pihak pemberi penawaran diberikan pilihan untuk mengkonfirmasi penerimaan yang terlambat atau yang diubah dengan tindakan tidak memberikan jawaban dan tidak melakukan tindakan, yang dengan demikian mencapai kesepakatan kontrak. [FN92] Pasal 19(2) menyatakan bahwa pihak pemberi penawaran harus menyatakan keberatan atas penerimaan yang diubah tersebut “tanpa keterlambatan yang tidak beralasan” atau penerimaan tersebut akan berlaku dan kesepakatan kontrak tercapai. [FN93] Apabila pihak pemberi penawaran menyatakan keberatan setelah lewatnya jangka waktu, maka keberatan tersebut tidak berlaku, dan kepakatan kontrak telah tercapai menurut syarat-syarat dalam penerimaan yang telah diubah. Situasi yang serupa muncul dalam pasal 21(2). [FN94] Jadi, penafsiran “tanpa keterlambatan” akan menetukan waktu tercapainya kesepakatan kontrak. Kebiasaan atau pun praktik yang telah ditentukan sebelumnya di antara para pihak, dapat menentukan cara penerimaan yang sesuai. [FN95] Apabila cara yang ditetapkan mencakup tindakan tidak memberikan jawaban dan tidak melakukan tindakan, maka jangka waktu di mana penolakan yang jelas harus diberikan juga akan ditetapkan secara jelas atau tersirat oleh kebiasaan atau praktik. Oleh karena itu, berlakunya tindakan tidak memberikan jawaban dan tidak melakukan tindakan akan ditentukan dengan habisnya jangka waktu yang telah disepakatsebelumnya. [FN96] Sama halnya, kondisi-kondisi lain dapat menimbulkan “kewajiban untuk berbicara” dalam konteks yang negatif. Lewatnya batas waktu di mana jawaban negatif tersebut harus telah sampai kepada pihak pemberi penawaran akan membuat pihak penerima penawaran memberikan jawaban atas penawaran tersebut. [FN97] Pengecualian yang kedua terhadap peraturan umum tentang “mencapai” terdapat dalam pasal 18(3). [FN98] Pasal 18(3) mencakup kondisi-kondisi di mana praktik-praktik telah ditentukan di antara para pihak atau kebiasaan kebiasaan memberikan wewenang kepada pihak penerima penawaran untuk menerima dengan tindakan pelaksanaan tanpa mengkomunikasikan penerimaan secara jelas kepada pihak pemberi penawaran. Dalam kasus ini, kesepakatan kontrak tercapai pada saat pihak penerima penawaran melakukan tindakan yang ditetapkan di dalam praktik maupun kebiasaan. [FN99] Menyimpang dari bahasa yang jelas dalam pasal 18(3), beberapa ahli masih yakin bahwa penerimaan tersebut perlu dikomunikasikan secara jelas agar menjadi berlaku. Sebagian besar para ahli menganut tesis Profesor Honnold bahwa kebutuhan untuk mengkomunikasikan penerimaan merupakan bagian dari prinsip umum pasal 18(3). Tentu saja, apabila pelaksanaan berdasarkan kebiasaan atau praktik adalah pengiriman barang-barang, dan apabila barang-barang tersebut diterima dengan cukup cepat, maka barang-barang tersebut dapat menggantikan penerimaan. [FN100]
Namun demikian, teori Honnold tidak masuk akal mengingat sejarah legislatif. Selama Konferensi Diplomatik yang diselenggarakan pada bulan Maret 1980 di Wina, Profesor Farnsworth mengusulkan pemberlakuan kewajiban untuk memberikan pemberitahuan tentang pelaksanaan kewajiban. Usulan tersebut ditarik kembali karena kurangnya dukungan. [FN101] Secara umum, para ahli dari Amerika yang meminta pemberitahuan dalam kasus-kasus yang diatur oleh pasal 18(3) menganut cara berpikir yang sama dengan yang dianut oleh sistem hukum mereka sendiri. Metode penujukan persetujuan terhadap sebuah penawaran berdasarkan Konvensi Wina - penerimaan dengan pernyataan maupun tindakan - sesuai dengan perbedaan antara kontrak bilateral dan kontrak unilateral (penawaran yang membutuhkan pelaksanaan kewajiban untuk tercapainya kesepakatan) dalam sistem common law. Secara khusus, UCC 2- 206(1)(a) sesuai dengan pasal 19(1) dari CISG sepanjang cara penerimaan diserahkan kepada para pihak terkait. [FN102] Sama halnya, UCC 2-206(1)(b) sesuai dengan pasal 18(3) dari CISG karena pelaksanaan kewajiban merupakan cara penerimaan yang sah. [FN103] Namun demikian, terdapat perbedaan antara UCC 2-206 dan pasal 18 CISG. Apabila penerimaan dilakukan dengan pelaksanaan kewajiban berdasarkan pasal 18(3) CISG, penerimaan tersebut tidak perlu diberitahukan; akan tetapi, berdasarkan UCC, pelaksanaan kewajiban harus diberitahukan apabila terdapat jangka waktu yang panjang untuk pengiriman barang-. Pengecualian terakhir atas Teori Penerimaan dalam teks Wina adalah yang dimaksudkan dalam pasal 21(1) CISG. Pasal 21(1) menyatakan bahwa kesepakatan kontrak tercapai pada saat pihak penmberi penawaran mengirimkan pemberitahuan (Teori Pengiriman) yang memberitahukan kepada pihak penerima penawaran tentang berlakunya penerimaan dari pihaknya yang terlambat, atau ketika pihak pemberi penawaran secara lisan memberitahukan hal tersebut kepada pihak penerima penawaran. [FN104] Nampaknya, pasal 21(1) mengadopsi Teori Pengiriman untuk mengatur tercapainya kesepakatan kontrak. [FN105] Namun demikian,
beberapa ahli yakin bahwa waktu tercapainya kesepakatan kontrak berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas adalah pada saat pihak pemberi penawaran menerima penerimaan yang terlambat tersebut. [FN106] Meskipun demikian, dapat disimpulkan berdasarkan sejarah penyusunan [FN107] dan susunan bahasa dari pasal 21 bahwa penerimaan berlaku pada saat pihak pemberi penarawan mengirimkan pemberitahuan tentang konfirmasi.
VII. Penawaran Balik dan Pencarian Bentuk: Kasus-kasus khusus Pencapaian
Kesepakatan Kontrak Berdasarkan CISG? Karena kompleksitas pasal 19 dan kontroversi yang terjadi di antara para ahli, diperlukan penjelasan terperinci tentang waktu tercapainya kesepakatan kontrak baik berdasarkan kondisi penawaran balik dan “pencarian bentuk”.
A. Penawaran Balik
Menurut pasal 19(1) jawaban atas sebuah penawaran yang tidak tepat sama dengan persyaratan penawaran merupakan penolakan dan menjadi sebuah penawaran balik. [FN108] Konsep ini merupakan prinsip trandisional yang dikenal sebagai “peraturan cermin”.” [FN109] Pasal 19(2) berusaha memperlunak “peraturan cermin” dengan menjadikan jawaban, yang berisi persyaratan tambahan dan persyaratan lain yang tidak menimbulkan perubahan penting pada penawaran, sebagai penerimaan yang sah. [FN110] Garis pembatas antara perubahan yang penting dan tidak penting dapat membentuk atau membatalkan penerimaan. Meskipun terdapat daftar persyaratan yang dianggap penting terhadap penawaran, pembedaan sulit dilakukan. Daftar persyaratan dalam pasal 19(3) tidak bersifat menyeluruh. [FN111] Kebijakan untuk meningkatkan keseragaman dan mempertahankan perjanjian harus membawa kepada penafsiran yang bersifat terbatas tentang apa yang merupakan perubahan yang penting. Persyaratan khusus yang tercantum dalam ayat 3 dari pasal 19 harus dibaca secara sempit untuk kepentingan kebijakan tersebut.
Mungkin, cara bertransaksi dan pratik-praktik perdagangan yang dimaksud dalam pasal 9 dari Konvensi, serta negosiasi-negosiasi dan unsur-unsur lain dari kehendak yang dimaksud dalam pasal 8, akan memainkan peranan yang penting dalam penafsiran tentang arti penting. Terdapat pula kondisi di mana pasal 4(a) dapat ikut berperan karena permasalahan keabsahan dapat muncul sehubungan dengan beberapa persyaratan yang tercantum dalam pasal 19(3). misalnya, apabila arbitrase merupakan metode khusus untuk menyelesaikan sengketa, keabsahan klausul arbitrase dapat bergantung kepada hukum domestik. [FN113] Dengan cara yang sama, hukum domestik tentang keberpihakan dapat memperngaruhi keabsahan klausul tanggung jawab
pembatasan. [FN114] Penolakan atas penawaran asli, dianggap sebagai penawaran balik, yang harus memenuhi persyaratan pasal 14(1) dari Konvensi dan harus diterima oleh pihak penerima penawaran balik. Pasal 14(1) mengharuskan adanya kepastian dan niat untuk terikat. [FN115] Penerimaan atas penawaran balik dilakukan dengan menunjukkan persetujuan dalam cara yang sama seperti yang telah dijelaskan di atas. Jadi, pihak penerima penawaran balik dapat melakukan penerimaan dengan pernyataan atau tindakan. Biasanya, sebuah penawaran balik diterima melalui pelaksanaan kontrak sesuai dengan pasal 18(3) dari CISG.
B. Perang Formulir
Pasal 19 dari Konvensi berlaku apabila jawaban bertentangan dengan persyaratan penawaran. Namun demikian, tidak demikian dengan klausul-klausul umum yang bertentangan yang tercantum dalam formulir-formulir yang dipertukarkan di antara para pihak terkait. Jalan keluar dari “perang formulir” adalah salah satu dari masalah yang paling kontroversial berdasarkan Konvensi. Tedapat perbedaan yang sangat besar di antara para pengamat tentang bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam hal ini, ada dua buah pertanyaan yang harus dijawab: (1) apakah ada kontrak? dan (2) apabila ada, apa persyaratan dari perjanjian tersebut? Sebuah pemikiran mendalilkan bahwa perang formulir berada di luar ruang lingkup Konvensi karena masalahnya berada di sekitar keabsahan kontrak, yang harus ditentukan berdasarkan hukum domestik yang relevan sesuai dengan pasal 4(a). [FN116] Selain itu, para ahli lain berargumen bahwa masalah tersebut harus diselesaikan dengan menerapkan norma-norma yang telah bekembang berdasarkan Konvensi, akan tetapi timbul beberapa ketidaksejutuan tentang bagaimana dan norma-norma apa saja yang harus diterapkan.
Berikut ini adalah ilustrasinya:
Beberapa pengamat yakin bahwa “perang formulir” merupakan permasalahan pengisian kekosongan yang diatur oleh Konvensi. [FN118] Mereka berargumen bahwa jalan keluar harus ditemukan dalam pasal 7 dan bahwa prioritas harus diberikan kepada prinsip-prinsip umum CISG pada saat menentukan masalah yang tidak secara jelas diatur oleh Konvensi. Berdasarkan pendekatan ini, penerapan prinsip itikad baik dapat membawa kepada jalan keluar yang serupa dengan peraturan Amerika Serikat yang berlaku mutlak dalam pasal 2-207(3) UCC, [FN119] peraturan “partiel Dissens” Jerman dari pasal 154 dan 155 dari BGB, [FN120] atau pasal 2.22 dari Prinsip-prinsip UNIDROIT. [FN121] Semua yang tersebut di atas menimbulkan persyaratan kontrak yang telah sangat disetujui oleh para pihak, dan persyaratan yang tidak sesuai saling membatalkan persyaratan yang lain. Pada kesimpulannya, norma-norma yang telah dikembangkan berdasarkan di dalam bagian III dari Konvensi akan mengatur hal tersebut di atas. Yang kedua adalah bahwa jalan keluar dapat ditemukan berdasarkan norma-norma khusus dari Konvensi tanpa berlindung kepada prinsip-prinsip umum dari Konvesni yang tercantum dalam pasal 7. Dalam situasi pencarian bentuk yang umum, hal tersebut cenderung membawa kepada penerapan peraturan terakhir. [FN122] Pertukaran formulir diatur seluruhnya oleh Bagian II (Pembuatan Kontrak) dari Konvensi. Jawaban sebuah penawaran dalam bentuk yang berisi perubahan-perubahan materi merupakan penolakan penawaran diikuti dengan penawaran baru. Penawaran baru tersebut dapat diterima dengan cara yang diberikan dalam pasal 18, termasuk tindakan tidak memberikan jawaban, tidak melakukan tindaklan atau bahkan tindakan. [FN123] Secara umum kontrak disepakati pada saat pembelii menerima pengiriman barang-barang, dan persyaratan kontrak akan berupa persyaratan penawaran balik dari pihak yang memberikan persyaratan terakhir dan menetapkan bentuk. [FN124] Analisa atas sejarah legislatif mencakup: perang bentuk perang formulir merupakan masalah yang diatur oleh Konvensi Wina tentang penyusunan. Selama tahap terakhir proses legislatif Konvensi pada Konferensi yang diselenggarakan di Wina, delegasi Belgia mengusulkan untuk menambahkan ayat baru pada pasal 17 dari Rancangan Konvensi 1978. [FN125] Teks tersebut terfokus pada pengaturan isi kontrak apabila terjadi “perang bentuk”. [FN126] Perubahan ini juga ditolak. [FN127] Para delegasi setuju bahwa usulan tersebut tidak dapat dibahas dalam tahap teks Rancangan Konvensi yang telah jauh tersebut. Selain daripada hal tersebut di atas, beberapa perwakilan secara keras menentang peubahan tersebut karena bertentangan dengan hukum kontrak dan karena mereka yakin “perang bentuk ” telah diselesaikan dalam Rancangan Konvensi. [FN128] Namun demikian, usulan Belgia tidak berarti, sebagaimana dipertahankan oleh beberapa ahli, bahwa “perang bentuk ” merupakan prinsip pengisian kekosongan bagi Konvensi, tetapi, sebaliknya, kegagalan usulan tersebut menunjukkan bahwa pasal 19 telah mencakup permasalahan “perang bentuk”. Maka masuk akal apabila kemudian para penyusun Konvensi Wina, dalam mencari kepastian dan tujuan hukum yang aman, memutuskan untuk memandang pernyataan kehendak sebagai penawaran dan penerimaan, yang pada akhirnya biasanya dipenuhi melalui pelaksanaan kewajiban. Pelaksanaan kewajiban dapat dilakukan baik oleh penjual maupun pembeli. Pasal 19 hanya menerapkan bahwa jawaban berawal dari penawaran. Pasal 14(1) dan 18(1) menerapkan sebaliknya. Namun demikian, sebagian besar kondisi yang melibatkan pertukaran formulir akan nampak seperti berikut:
(a) Formulir, yang dikirim sebagai jawaban atas sebuah penawaran, sedikit menyimpang dari penawaran; pasal 19(2) memungkinkan kontrak untuk disepakati, atau
(b) Jawaban terhadap penawaran memiliki persyaratan tambahan atau berbeda yang membuat perubahan penting pada persyaratan penawaran; jawaban tersebut tidak dapat menjadi penerimaan sesuai dengan pasal 19(1), melainkan penolakan dan penawaran balik. Sebagai penawaran yang baru, jawaban tersebut harus diterima agar kesepakatan kontrak tercapai, biasanya melalui pelaksanaan kewajiban, yang berdasarkan Konvensi, sama dengan penerimaan.
VIII. Pelaksanaan Kontrak Tanpa Adanya Waktu Penerimaan yang Jelas
Bagian II dari Konvensi mengikuti pola klasik dari dua buah pernyataan kehendak, penawaran dan penerimaan, untuk mencapai kesepakatan kontrak. Pengadopsian skema ini diputuskan berdasarkan dua pertimbangan:
1) Sebagian besar sistem hukum telah mengadopsiskema ini dan
2) analisa tersebut lebih mudah dilakukan. Meskipun demikian, beberapa kontrak tidak mengikuti pola tersebut. Dua buah pertanyaan muncul: Dapatkah sebuah kontrak disepakati berdasarkan Konvensi tanpa penawaran dan penerimaan? Apabila dapat, kapan kesepakatan kontrak dicapai? Para ahli setuju untuk memasukkan setiap proses penyusunan kontrak ke dalam pola tradisional. [FN129] Jadi, kenyataan bahwa kontrak menyimpang dari skema pembuatan yang normal menyebabkan kesepakatan tanpa mengesampingkan penawaran dan penerimaan, tidak mengubah nilai ketentuan dalam Bagian II dari Konvensi. Doktrin yang serupa dengan pasal 2- 204 UCC telah diadopsi: “Perjanjian yang cukup untuk menjadi kontrak perdagangan dapat ditemukan meskipun waktu pembuatannya tidak ditentukan.” [FN130] Selain itu, Pernyataan Kembali (Kedua) Kontrak menyatakan, “manifestasi persetujuan bersama atas suatu transaksi pada umumnya berbentuk penawaran atau usulan oleh satu pihak diikuti oleh penerimaan oleh pihak atau pihak-pihak lain.” [FN131] Pernyataan Kembali tersebut juga menyatakan bahwa “sebuah manifestasi persetujuan bersama dapat dibuat meskipun penawaran maupun penerimaan tidak dapat ditemukan dan meskipun waktu penyusunan tidak dapat ditentukan.” [FN132] Prinsip-prinsip UNIDROIT yang ditujukan untuk penyusunan kontrak juga mengakui kemungkinan bahwa kontrak tersebut dapat disepakati melakui ntindakan para pihak. [FN133] Tanpa penawaran dan penerimaan yang jelas, kontrak diatur oleh pasal 7 dari prinsipprinsip umum keseragaman. Penentuan waktu yang tepat dari tercapainya kesepakatan kontrak sangatlah sulit. Apabial tidak ada bukti pasti lainnya, kesepakatan kontrak dicapai baik saat terdapat perjanjian yang cukup di antara para pihak atau pada saat kedua pihak menyelesaikan pelaksanaan kewajiban.
Nama/NPM: Nurul Rochmah/25211407
Kelas/Tahun: 2EB09/2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar