Aspek Hukum Pemeriksaan Koperasi
Ditulis oleh Ria Herdhiana
Penulis: Dra. Hj. Ria
Herdhiana, M.Si. (dosen tetap pada Universitas Langlangbuana di Bandung)
Abstrack
Koperasi dapat meminta jasa audit
kepada akuntan publik yang dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi,
pengelolaan yang bersifat terbuka, dan melindungi pihak yang berkepentingan
dengan cara pemeriksaan (audit) terhadap laporan keuangan dan laporan lainnya
sesuai dengan keperluan koperasi. Pemeriksaan Koperasi ini dilaksanakan dalam
rangka Good Corporate Governance yang bertujuan untuk menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, perangkat koperasi
khususnya pengurus dan pengawas haruslah yang benar-benar memahami tentang akuntansi
koperasi yang sesuai standar yang berlaku umum, begitupun dengan anggota
koperasi sebagai penerima pertanggungjawaban manajemen koperasi. Sedangkan
untuk audit internal yang terdapat dalam suatu organisasi koperasi harus
benar-benar memahami Standar Auditing yang berlaku umum dan haruslah berjiwa
independen. Kata Kunci: Pemeriksaan koperasi, Good Corporate Governance.
A.Pendahuluan
Keberadaan koperasi di Indonesia mempunyai landasan
hukum yang kuat, hal itu terbukti dengan adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 Tentang Perkoperasian yang merupakan penjabaran dari Pasal 33 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”, yang dalam
penjelasannya dipaparkan bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah
Koperasi. Suatu badan usaha koperasi
yang merupakan merupakan badan hukum
diharapkan oleh pemerintah menjadi sokoguru
perekonomian di Indonesia sebagai upaya untuk memperkokoh perekonomian
rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi. Badan Usaha koperasi didirikan
oleh sekelompok individu (berbentuk Koperasi Primer) atau sekelompok badan
hukum koperasi (berbentuk Koperasi Sekunder) yang biasanya memiliki kepentingan
ekonomi yang sama. Koperasi merupakan
suatu badan hukum yang merupakan suatu entitas ekonomi yang memiliki mekanisme
kerja yang utuh dan membangun suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen
di dalam organisasi koperasi serta berinteraksi satu sama lain dan bergerak ke
arah pencapaian tujuannya dengan adanya aturan yang telah ditetapkan baik
berupa undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku ataupun dari
Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga yang telah disepakati dalam Rapat
Anggota. Sistem suatu organisasi
koperasi dibangun berdasarkan keputusan seluruh anggota untuk menyelenggarakan
aktivitas ekonomi bersama yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya.
Kesatuan kegiatan ekonomi dapat terlihat di dalam aktivitas
organisasi koperasi yang mencerminkan
posisi anggota adalah sebagai pemilik dan sekaligus pelanggannya. Organisasi koperasi merupakan suatu badan
hukum yang dalam menjalankan berbagai fungsi organisasi dan kegiatan ekonominya
akan selalu berhubungan dengan masalah hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini
akan berhubungan dengan masing-masing individu sebagai anggota baik itu secara
internal (pada dirinya sendiri) ataupun secara eksternal (pada anggota yang
lain). Seorang anggota koperasi yang tidak menggunakan haknya akan merugikan
diri sendiri dan tidak dilaksanakan kewajibannya akan mengakibatkan kerugian pada orang lain,
sehingga mengenai hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dari setiap
komponen didalam organisasi koperasi telah diatur secara normatif dengan jelas
dan terperinci yaitu dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Selain norma-norma yang
tertulis biasanya terdapat pula aturan-aturan yang tidak tertulis misalnya
etika atau kepatutan yang perlu diperhatikan dan ditegakan di dalam
prakteknya. Gambaran realitas praktik
organisasi koperasi menurut kondisi apa adanya dari perangkat organisasi
koperasi merupakan rangkuman tanggung jawab pengurus dan pengawas koperasi yang
diangkat serta diberikan mandat oleh seluruh anggota untuk melaksanakan
berbagai aturan dan keputusan-keputusan dari Rapat Anggota. Pada akhirnya
pengurus dan pengawas koperasi harus mempertanggungjawabkan setiap tindakannya
kepada seluruh anggota dalam Rapat
Anggota Tahunan. Pengurus dan Pengawas
yang dalam hal ini dianggap sebagai manajemen koperasi harus mampu menunjukan
kepada serluruh anggota bahwa setiap tindakannya selalu mengarah terhadap
pencapaian tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotannya dan dijalankan
sesuai dengan Undang- Undang
Perkoperasian yang berlaku serta seluruh kinerja koperasi harus sesuai dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang telah disahkan. Manajemen koperasi
setiap jangka waktu tertentu harus dapat membuat laporan keuangan koperasi dan laporan operasionalnya yang
harus dipertanggungjawabkan pada seluruh anggota dalam Rapat Anggota
Tahunan.
Fenomena yang sering terjadi
dalam laporan yang dibuat oleh seseorang atau suatu manajemen baik itu laporan
keuangan ataupun laporan non keuangan
cenderung tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa faktor yang diantaranya adalah adanya ketidak jujuran yang dimiliki
oleh penyusun laporan keuangan sehingga sering terjadi pemanipulasian data yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dan kadang kelemahan tersebut
ditunjang pula oleh ketidak tahuan atau ketidak pahaman tentang standar
pembuatan laporan keuangan tersebut baik yang menyusunnya maupun penggunanya.
Untuk meyakinkan kebenaran laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen
koperasi, didalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian yang berbunyi ,
“Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik”,
maka dalam hal ini pengawas dan anggota koperasi berhak untuk meminta auditor
selaku pemeriksa kinerja keuangan organisasi koperasi yang diberikan wewenang penuh untuk memeriksa keabsahan
laporan keuangan yang telah dibuat oleh manajemen koperasi yang bersangkutan
jika pengawas tidak mampu melakukannya.
B. Ruang
Lingkup
Pemeriksaan Istilah auditing merupakan suatu proses
pelaksanaan audit yang dalam hal ini digunakan definisi dari Mulyadi (1998:7)
yang menyebutkan bahwa:
“Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan
tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan Definisi dari Mulyadi(1998:7) tentang
auditing secara umum tersebut memiliki unsur-unsur penting yang dapat
diuraikan sebagai berikut : Suatu Proses Sistematik artinya auditing merupakan
suatu rangkaian langkah yang direncanakan, terorganisasi, dan bertujuan. Untuk Memperoleh Dan Mengevaluasi Bukti
Secara Objektif artinya proses pengauditan ditujukan untuk memperoleh bukti
yang mendasari pernyataan yang dibuat individu atau badan usaha, serta untuk
mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti
tersebut. Pernyataan Mengenai Kegiatan
Dan Kejadian Ekonomi artinya kegiatan dan kejadian ekonomi yang dimaksud adalah
hasil proses Akuntansi yang menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam
bentuk laporan keuangan.
Menetapkan
Tingkat Kesesuaian artinya pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi
terhadap hasil pengumpulan data tersebut dimaksudkan untuk menetapkan
kesesuaian pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria Yang Telah Ditetapkan artinya
kriteria atau standar yang digunakan sebagai dasar ubtuk menilai pernyataan
(hasil proses akuntansi) dapat berupa:
1. Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif.
2. Anggaran atau prestasi lain yang
ditetapkan oleh manajemen.
3. Prinsip akuntansi berterima umum.
Penyampaian Hasil artinya Penyampaian hasil
auditing sering disebut dengan atestasi yang disampaikan secara tertulis dalam
bentuk laporan audit yang dapat menaikan atau menurunkan tingkat kepercayaan
pemakai informasi keuangan. Pemakai Yang
Berkepentingan artinya dalam dunia usaha yang termasuk kedalam pemakai yang
berkepentingan terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan.
Menurut pendapat Munkner (1987:125) definisi dari Pemeriksaan yaitu: & Pengertian umum Pemeriksaan (audit)
berarti pengujuan secara sistematis atas buku-buku dan dokumen, yang dibuat
perusahaan selama kegiatan perusahaan, dengan maksud memberikan penilaian
apakah buku-buku dan perkiraan-perkiraan buku besar diselenggarakan secara:
benar, lengkap, didukung oleh bukti-bukti secara mestinya dan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang (prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum)
dan bertujuan memberikan pendapat, apakah pembukuan dan laporan keuangan yang
disajikan memberikan gambaran yang benar dan wajar mengenai perusahaan
tersebut. Dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pemeriksaan (audit) merupakan suatu proses pengevaluasian tentang laporan
keuangan yang dibuat oleh suatu perusahaan dari mulai adanya dokumen yang merupakan bukti dari sebuah transaksi sampai
denag pembuatan laporan keuangan yang
dicatat dengan menggunakan pencatatan yang bersumber pada prinsip-prinsip
akuntansi yang diterima umum.
C. Pelaksana
dan Jenis Pemeriksaan (Audit)
1. Audit Laporan Keuangan
(Financial Statement Audit). Audit yang dilakukan oleh auditor independen
terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan
pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut yang harus sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum. Laporan Audit ini dibagikan kepada
para pemakai Informasi Keuangan.
2.Audit
Kepatuhan (Compliance Audit). Audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang
diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan
umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria.
3. Audit Operasional (Operational Audit).
Audit yang merupakan pemantauan secara sistematik kegiatan organisasi, atau
bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu.
Tujuan dari audit operasional
ini yaitu untuk: mengevaluasi kinerja; mengidentifikasi kesempatan untuk
peningkatan; dan membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.
Dalam suatu perusahaan koperasi ataupun bukan koperasi ketiga tipe audit diatas
sebaiknya memang dilakukan, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua
perusahaan melakukan hal itu melainkan hanya
dilakukan sebagian ataupun terkadang
tidak sama, sekali hal ini
dikarenakan adanya keterbatasan
yang dimiliki oleh setiap perusahaan.
D. Penerapan Good Corporate Governance
Dalam Organisasi Koperasi
Risiko merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan
dalam dunia usaha. Salah satu yang perlu dilakukan agar menghidari terjadinya
risiko yang tidak diinginkan maka pemeriksaan (audit) merupakan salah satu cara
untuk memproteksinya. Pemeriksaan yang dilakukan didalam suatu badan usaha
harus memiliki kekuatan hukum yang tidak dapat diganggu gugat karena berhubungan
dengan suatu laporan keadaan sebenarnya
dan seadanya tentang sesuatu hal yang diperiksa. Oranisasi koperasi yang merupakan suatu badan
usaha yang memiliki stakeholders yang dalam proses kerjanya bertujuan untuk
mensejahterakan anggota, dengan meminimalkan risiko yang tidak diinginkan
dengan cara yang telah diatur dalam undang-undang dan anggaran dasar yang telah
ditetapkan. Dalam pelaksanaan sistem kerja koperasi yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota, alangkah lebih baiknya jika dapat pula
mengikuti peraturan pemerintah yang sebenarnya ditujukan kepada BUMN dengan
penerapan Good Corporate Governance nya.
Definisi good
corporate governance menurut Forum for Corporate Governance of Indonesia (FCGI)
dalam Soembodo dkk (2003:26)yaitu, seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara, pemegang, pengurus (pengelola) perusahan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Definisi ini jika diterapkan di dalam suatu organisasi koperasi sebenarnya
telah terdapat dalam Anggaran Dasar ataupun Anggaran Rumah Tangga yang pada
prinsipnya harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Jika
dilihat dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang telah ditetapkan,
koperasi yang merupakan sokoguru perekonomian di negara Indonesia sebaiknya
menggunakan prinsip-prinsip tersebut karena bertujuan untuk menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini
kantor kementrian BUMN telah mengeluarkan keputusan yang mewajibkan setiap BUMN
menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, yang terdapat dalam
Keputusan Mentri BUMN No. Kep-117/M- MBU/2002 Tentang Penerapan Praktik Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam keputusan ini dijabarkan tentang
prinsip-prinsip good corporate governance yang dirumuskan dalam pasal 3 yang
berbunyi:
Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance yang dimaksud dalam Keputusan ini meliputi:
1.Transparasi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan.
2. Kemandirian,
yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat;
3.Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi,
pelaksanaan dan pertanggung jawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif
4.Pertanggung jawaban yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat;
5. Kewajaran (fairness), yaitu
keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Dari isi pasal di atas dapat disimpulkan
bahwa prinsip-prinsip penerapan GCG berisikan tentang suatu proses yang berorientasi untuk meningkatkan
keberhasilan usaha suatu badan usaha dan
penerapan akuntabilitas perusahaan yang bertujuan untuk memperhatikan
kepentingan stakeholder dengan berlandaskan kepada aturan hukum yang dapat
ditimbulkan dari adanya suatu perjanjian ataupun peraturan perundang-undang
yang berlaku. Prinsip-prinsip di atas dalam kehidupan keorganisasian koperasi
memang seharusnya dilaksanakan seluruhnya, karena jika prinsip-prinsip
tersebut terlaksana dengan baik maka
hasil dari pemeriksaan terhadap kinerja organisasi koperasi yang dilakukan oleh
seorang auditor akan melaporakan keberadaan organisasi koperasi baik itu dalam
segi finansial ataupun tingkat kesehatannya dalam kategori yang tidak mengalami
penyimpangan-penyimpangan. E. Kedudukan
Hukum Pemeriksaan Dalam Organisasi Koperasi
1. Sumber hukum Sumber hukum pemeriksaan dalam organisasi
koperasi terdiri dari: Pasal 40 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian, aturan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam
Penyataan Standar Akuntansi Keuangan tentang sistem pencatatan akuntansi
koperasi dan Standar Profesional Akuntan Publik tentang standar auditing dan
juga keputusan-keputusan menteri yang menunjang tentang diwajibkannya
pelaksanaan audit didalam organisasi koperasi.
2.Akuntabilitas Koperasi sebagai hubungan
hukum antara perangkat organisasi koperasi dengan anggotanya Koperasi merupakan suatu badan usaha yang
berbadan hukum dan dimiliki oleh anggota yang merupakan pemakai jasa (users)
sedangkan badan usaha lain (perusahaan-perusahaan) pada dasarnya dimiliki oleh
para penanam modalnya (investor). Perbedaan kepemilikan ini yang merupakan
sumber dari perbedaan antara badan usaha koperasi dengan perusahaan- perusahaan
bukan koperasi Selain perbedaan dalam tujuannya. Badan usaha yang bukan koperasi biasanya bertujuan untuk mendapatkan
laba yang setinggi-tingginya dengan
modal yang sekecil-kecilnya cenderung mendekati prinsip ekonomi, akan tetapi di
dalam organisasi koperasi tujuan utamanya bukan untuk mencari laba yang setinggi-tingginya akan tetapi berupaya
untuk mensejahterakan anggotanya. Upaya
yang dilakukan oleh suatu organisasi koperasi
dalam mensejahterakan anggotanya tidak dapat lepas dari besarnya
partisipasi yang diberikan anggota. Keaktifan seorang anggota dapat diwujudkan
antara lain dengan bersedianya secara pribadi menjadi pengurus atau pengawas
koperasi yang harus memiliki
akuntabilitas yang baik .
Pengertian akuntabilitas tersebut menurut Dep KUKM
(2003:5)”Akuntabilitas diartikan sebagai suatu kemampuan
mempertanggungjawabkan atas tugas-tugas yang telah dijalankan terhadap
pihak-pihak yang seharusnya atau patut menerima pertanggungjawaban.&
Anggota koperasi yang merupakan pemilik mutlak suatu organisasi koperasi harus
mendapatkan informasi tentang keberadan koperasi yang dapat dilihat dalam
laporan pengurus yang berisikan tentang laporan keuangan ataupun laporan
tentang kegiatan usaha koperasi yang biasanya diberikan kepada para anggota dalam
setiap Rapat Anggota. Suatu badan usaha dalam proses organisasinya harus
memiliki catatan yang berhubungan dengan keuangan ataupun non keuangan secara
terinci dan dapat dipertanggungjawabkan yang dalam hal ini didalam organisasi
koperasi pertanggungjawaban ini harus dilakukan kepada seluruh anggota yang
biasanya dilakukan dalam kurun waktu satu tahun satu kali dalam rapat anggota
tahunan.
3. Keabsahan Hukum Pemeriksaan
(Audit) Koperasi Laporan
pertanggungjawaban yang dibuat oleh pengurus seharusnya sesuai dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang telah disetujui oleh anggota, akan tetapi
kalaupun terdapat penyimpangan harus disetai dengan alasan yang jelas dan ada
pembuktiannya, sehingga disinilah diperlukannya auditor untuk mengaudit laporan
yang telah dibuat oleh pengurus koperasi tersebut. Proses pemeriksaan hasil laporan akhir dari pengurus koperasi
dapat dilakukan oleh badan pemeriksa yang ada dalam organisasi koperasi
(Internal Audit) yang diangkat oleh pengawas dengan persetujuan anggota
atau dilakukan oleh pengawas sendiri yang merupakan salah
satu perangkat organisasi koperasi, dengan catatan keduanya memiliki
pengetahuan tentang proses pemeriksaan yang sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku dan juga memiliki sifat yang jujur dan tidak dapat dipengaruhi oleh
siapapun (indipenden). Sedangkan jika menggunakan pemeriksa dari luar
organisasi koperasi (Eksternal Audit) harus meminta jasa dari Akuntan Publik
yang independen. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan dalam organisasi koperasi yaitu
“Pemeriksaan yang
terbagi menjadi dua yaitu pemeriksaan Formal dan pemeriksaan
Material” menurut pendapat Munkner (1987:136). Pendapat tersebut pada
prinsipnya hampir sama dengan
penggolongan audit menurut Mulyadi, akan tetapi Munkner memisahkan pemeriksaan
itu menjadi 2 jenis sedangkan Mulyadi, menjadi 3 jenis. Perbedaan jenis-jenis pemeriksaan keuangan
yang dapat dilakukan oleh seorang pemeriksa menurut Munkner (1987: 137) yaitu:
a.Pemeriksaan Keuangan Formal yaitu pemeriksaan yang berkenaan dengan
ketetapan matematis hasil pengelolaan manajemen yang diperlihatkan dalam neraca
keuangan.
b. Pemeriksaan Material yaitu
pemeriksaan yang berkenaan dengan penilaian yang objektif tentang kualitas
pengelolaan manajemen selama periode tertentu.
Terhadap laporan keuangan koperasi
yang digolongkan kedalam pemeriksaan formal hukum yang berlaku yaitu
Pernyataan Standar Akuntansi No. 27
(Revisi 1988) Tentang Akuntansi Perkoperasian yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia Per 1 Oktober 2004
dari halaman 27.1 sampai dengan 27.18 yang Merupakan panduan proses pencatatan
keuangan yang dimulai dari adannya transaksi sampai menghasilkan laporan
keuangan yang berlaku umum. Sedangkan pelaksanaan pemeriksaannya baik yang
dilakukan oleh internal audit ataupun eksternal audit harus berdasarkan
Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 02 sampai dengan PSA No. 58 yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia Per
1 Agustus 1994 yang berisikan tentang aturan-aturan pengauditan yang telah
berlaku umum. Pemerksaan Material seharusnya dilakukan pula pada suatu organisasi
koperasi meskipun penilaiannya sulit, karena berhubungan dengan pengambilan
keputusan atau kebijaksanaan yang cenderung sering berubah-ubah sesuai dengan
keadaan pada saat dipilihnya alternatif yang terbaik sesuai dengan pertimbangan
yang akurat. Kedua jenis pemeriksaan ini sangat dibutuhkan dalam penilaian
klasifikasi Koperasi yang ditetapkan dalam 4 (empat) peringkat sesuai dengan
Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik
Indonesia No. 129/KEP/M.KUKMI/XI/2002 Tentang Pedoman Klasifikasi
Koperasi. Dalam Keputusan Menteri
Koperasi, Pengusaha Kecil, Dan Menengah Republik Indonesia tentang petunjuk
Pelaksanaan Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam Dan Unit Simpan Pinjam
No 194/KEP/M/IX/1988 25 September
1998 Point V.1 Tentang Faktor Lain Yang
Mempengaruhi Penilaian terdapat peraturan yang dapat menurunkan satu tingkat
kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam yang diantaranya salah
satu faktor yang tercantum dalam huruf
e. dan berbunyi: “jika
mempunyai volume pinjaman diatas Rp. 1.000.000.000,- (Satu milyar) tetapi tidak
diaudit oleh akuntan publik atau koperasi jasa audit”. Kalimat diatas
memiliki arti bahwa jika suatu Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam
telah mencapai volume pinjamannya
melebihi Rp. 1.000.000.000,- dan tidak melakukan pemeriksaan oleh akuntan
publik atau koperasi jasa audit maka akan menurunkan tingkat kesehatan yang
telah dimilikinya hal ini akan beredampak terhadap penilaian klasifikasi
koperasi yang dilakukan oleh Kelompok
Kerja yang dibentuk oleh Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
beserta jajarannya.
Dari paparan diatas merupakan salah satu contoh tentang kedudukan hukum
pemeriksaan dalam koperasi itu dianggap penting dan menjadi wajib karena berpengaruh
dalam penilaian tingkat kesehatan suatu Koperasi simpan Pinjam dan Usaha Simpan
Pinjam karena jika memiliki volume
usaha diatas Rp. 1 Milyar dalam 1 tahun maka termasuk klasifikasi
golongan Papan Atas dan merupakan klasifikasi tertinggi yang tercantum dalam
Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah No. 351/KEP/M/XII/1998
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi
Tanggal 17 Desember !998. Hasil dari
suatu pemeriksaan Keuangan dalam suatu organisasi koperasi baik yang dihasilkan
oleh audit intern maupun audit ekstern pada prinsipnya memiliki fungsi yang
sama untuk memberikan laporan tentang keabsahan dan kewajaran Laporan Keuangan
tersebut yang akan disampaikan pada anggotanya, akan tetapi jika pemeriksaan
Keuangannya dilakukan oleh audit eksternal dalam hal ini akuntan publik maka
kemampuan laporan hasil pengauditan dapat digunakan lebih luas lagi yaitu
antara lain kepada Bank jika akan meminjam modal atau kepada Investor sebagai
penanam modal dan lain sebagainya. Hasil
laporan audit memiliki keabsahan hukum, karena telah melakukan proses
pembuktian dari hasil pemeriksaan dengan memberikan laporan pendapat yang di
terbitkan oleh auditor yang independen dengan memiliki kekuatan hukum yang
kuat.
Proses pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar auditing yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia dengan cara memeriksa semua proses
finansial dari mulai terjadi transaksi (perjanjian) yang menghasilkan bukti transaksi
sampai pembuatan laporan keuangan
koperasi yang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27
Tentang Akuntansi Perkoperasian yang meliputi Neraca, Perhitungan Hasil Usaha,
Laporan Arus Kas, Laporan Promosi Anggota, dan catatan atas laporan keuangan
yang diterima umum dengan seluruh hasil sesuai dengan kenyataannya. F. Penutup 1. Kesimpulan a. Aturan Hukum Pemeriksaan Koperasi terdapat
dalam pasal 40 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian yang berbunyi bahwa Koperasi dapat meminta
jasa audit kepada akuntan publik yang dalam penjelasannya dipaparkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan ini dilakukan
dalam rangka peningkatan efisiensi, pengelolaan yang bersifat terbuka, dan melindungi
pihak yang berkepentingan dengan cara pemeriksaan (audit) terhadap laporan
keuangan dan laporan lainnya sesuai dengan keperluan koperasi. b. Aturan hukum yang lain yang digunakan
sebagai dasar proses pemeriksaan dalam Koperasi yaitu Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan no. 27 Per 1 Oktober
2004 (Revisi 1998) Tentang Akuntansi Perkoperasian yang harus digunakan dalam
laporan material suatu organisasi koperasi. Sedangkan untuk auditornya yaitu
harus sesuai dengan Standar Auditing
yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Agustus
1994 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. c. Penerapan Good Corporate Governance dalam
koperasi sangatlah baik, karena dilihat
dari prinsip-prinsipnya telah menggambarkan bahwa jika suatu organisasi
koperasi mengikuti penerapan GCG yang
bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
maka akan terjadi pula dalam suatu organisasi koperasi dengan dilihatnya hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor intern ataupun ekstern yang menunjukan
laporan pemeriksaan yang hasilnya diharapkan tanpa penyimpangan. 2. Saran Berdasarkan simpulan di atas maka disarankan
agar perangkat koperasi khususnya pengurus dan pengawas haruslah yang
benar-benar memahami tentang akuntansi koperasi yang sesuai standar yang berlaku
umum, begitupun dengan anggota koperasi sebagai penerima pertanggungjawaban
manajemen koperasi. Sedangkan untuk audit internal yang terdapat dalam suatu
organisasi koperasi harus benar-benar memahami Standar Auditing yang berlaku
umum dan haruslah berjiwa independen.
Daftar Pustaka Hadiwidjaja. 1996. Sekilas tentang Modal dan
Kemandirian Koperasi. Bandung: Penerbit Pionir Jaya. IAI. 1996. Standar Profesional Akuntan
Publik. Yogyakarta: Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Bagian
Penerbitan. IAI. 2004. Standar Akuntansi
Keuangan . Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Kementrian KUKM RI. 2003. Pedoman Akuntabilitas Karakteristik Koperasi.
Jakarta: Penerbit Kementrian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia. Mulyadi, Kanaka. 1998. Auditing. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat. Munkner, Hans,H.
1987. Hukum Koperasi . Terjemahan Abdulkadir Muhammad. Bandung: Penerbit
Alumni. Sembodo dkk. 2003. Corporate
Governance. Jakarta: Penerbit PT. Prenhallindo
Sumber-Sumber Lain Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
Keputusan Mentri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia No. 194/Kep/M/IX/1998 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian
Kesehatan KSP dan USP. Keputusan Menteri
Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia No. 351/KEP/M/XII/1998 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 129/Kep/M.KUKMI/XI/2002 Tentang
Pedoman Klasifikasi Koperasi. Keputusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara No. KEP-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan
Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara
Nama/NPM: Nurul Rochmah/25211407
Kelas/Tahun: 2EB09/2010